CINTA ITU "WALAUPUN" BUKAN "KARENA"

Sabtu, 12 Maret 2011

LAPORAN FISIOLOGI II RKP


BAB I
PENDAHULUAN



  1. Latar Belakang
Paru berfungsi dalam pertukaran gas antara udara luar dan darah, yaitu oksigen dari udara masuk ke darah, dan karbon dioksida dari darah keluar ke udara. Proses pertukaran tersebut biasa disebut pernapasan. Proses pertukaran terjadi melalui lapisan yang terdiri dari epitel alveoli, membrana basalis, cairan antarsel, endotel kapiler, plasma, membrana sel darah merah dan cairan intrasel darah merah. Kecuali itu juga selapis cairan tipis surfaktan di permukaan alveoli yang menjaga supaya alveoli tetap menggelembung.
Proses pertukaran gas tadi terjadi mengikuti hukum-hukum Ilmu Alam tentang gas.Terjadinya secara pasif, bergantungkepada selisih tekanan bagian gas yang ada di tiap kompartemen. Prosesnya biasa disebut difusi.Gerak mekanik pernapasan, yaitu kembang-kempisnya dada, mengatur ventilasi alveoli sehingga udara di dalamnya selalu diperbaharui dan tekanan bagian oksigen dan karbondioksida alveoli (PAo2dan PAc o2) dapat dipertahankan dalam batas-batas tertentu. Untuk ventilasi yang baik, kecuali gerak dinding dada, diperlukan juga saluran napas yang bebas hambatan, yaitu saluran yang tidak mengalami penyempitan atau penyumbatan, baik oleh benda asing, lendir, maupun konstriksi saluran napas itu sendiri. Selain itu juga keadaan alveoli yang baik, yaitu alveoli yang elastis, mempunyai compliance yang baik, selalu menggelembung , dan mendapat pendarahan (vaskularisasi) kapiler yang mencukupi keperluan.
Jenis pekerjaan tertentu, lingkungan kerja yang berdebu, dan proses penyakit, dapat menimbulkan perubahan-perubahan pada sistem pernapasan tersebut, sehingga proses ventilasi, proses difusi dan proses perfusi (pemberian darah) dalam sistem pernapasan dapat terganggu. Perubahan-perubahan pada paru tersebut dapat menimbulkan perubahan-perubahan patofisiologi yang bersifat obstruktif, restriktif dan kerusakan pembuluh darah. Uji faal paru bertujuan menentukan ada atau tidak adanya perubahan-perubahan tersebut serta sifat perubahannya
Proses pernapasaan terdiri dari beberapa langkah dimana sistem pernapasan ,sistem saraf pusat dan sistem kardiovaskuler memegang peranan yang sangat penting. Pada dasarnya, sistem pernapasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghantar udara luar veoli, yaitu pemisah antara sistem pernapasan dan sistem kardiovakuler. Pergerakan udara masuk dan keluar dari saluran udara disebut ventilasi atau bernapas, sistem saraf pusat memberikan dorongan ritmik dari dalam untuk bernapas, dan secara refleks merangsang otot-otot diafragma dan dada yang akan memberikan tenaga pendorong gerakan udara. Defusi oksigen dan karbondioksida melalui membran kapiler alveoli sering dianggap sebagai pernapasan eksternal. Sistem kardiovaskuler menyediakan pompa, jaringan pembuluh dan darah yang diperlukan untuk mengangkut gas dari paru-paru ke sel-sel tubuh. Hemoglobin yang berfungsi baik dalam jumlah cukup diperlukan untuk mengangkut gas-gas tersebut. Fase terakhir dari pengangku gas ini adalah proses difusi oksigen dan karbon dioksida antara kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh. Pernapasan internal mengacu pada reaksi-reaksi kimia intraseluler dimana oksigen dipakai dan karbon dioksida dihasilkan sewaktu sel memetabolisme karbohidrat dan substansi lain untuk membangkitkan adenosin tripospat (ATP) dan pelepasan energi.
Fungsi yang cukup baik dari semua sistem ini penting untuk respirasi sel. Malfungsi dari setiap komponen dapat mengganggu pertukaran dan pengangkutan gas, dan dapat sangat membahayakan proses-proses kehidupan.
  1. Tujuan
Mempelajari cara-cara mengatasi gangguan transport oksigen, baik yang disebabkan oleh berhentinya pernapasan maupun gangguan fungsi sirkulasi.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
           
Resustasi (resuscitation, reanimation) mengandung arti harafiah “ menghidupkan kembali” tentunya dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis. Resusitasai jantung paru terdiri atas 2 komponen utama yakni : bantuan hidup dasar (BHD) dan bantuan hidup lanjut (BHL).
Bantuan hidup dasar adalah usaha yang yang dilakukan untuk menjaga jalan napas (airway) tetap terbuka, menunjang pernapasan dan sirkulasi dan tanpa menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara tepat keadaan henti jantung atau henti napas dan segera memberikan bantuan sirkulasi dan ventilasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan pasok oksigen ke otak, jantung atau alat-alat vital lainnya sambil menunggu pengobatan lanjutan (bantuan hidup lanjut). Pengalaman menunjukan bahwa resusitasi jantung paru akan berhasil terutama pada keadaan ”henti jantung” yang disaksikan (witnesed) ; dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada disekitar korban. Korban dengan fibrilasi ventrikel harus segera dilakukan resusitasi jantung paru dan tindakan defibrilasi dapat segera dilakukan dalam 8-10 menit setelah kejadian henti jantung.
Keadaan henti napas, misalnya pada korban tenggelam, stroke, obstruksi benda asing di jalan napas, inhalasi gas, keracunan obat, tersedak, tersengat listrik, koma. Keadaan henti jantung karena fibrilasi ventrikel, takikardia ventrikel, asistol dan disosiasi elektromekanikal.
Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti napas dengan hilangya kesadaran. Oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernapas, dan tidak ada pulsasi. Untuk dapat dilakukan resusitasi jantung paru, penderita harus dibuat dalam posisi terlentang dan usahakan satu level/datar. Penolong sebaiknya berlutut atau berdiri disamping penderita dalam posisi dimana ia dapat melakukan gerakan bantuan napas dan bantuan sirkulasi tanpa harus merubah posisi tubuh.
Jalan napas harus dibuka dengan gerakan tengadahkan kepala dan topang dagu (head tlit and chin lift). Gerakan ini akan mengangkat pangkal lidah ke atas sehingga jalan napas terbuka. Lidah yang jatuh ke belakang sering menjadi penyebab obstruksi jalan napas pada penderita yang tidak sadar. Oleh karena itu gerakan mendorong rahang bawah ke depan (jaw Thrust) juga dapat membuka jalan napas. Jika terdapat benda asing dalam rongga mulut, harus segera dikeluarkan. Setelah jalan naps terbuka harus dinilai pernapasan korban dengan melihat, mendengar, dan merasakan adanya hembusan napas. Jika tidak ada uisaha napas, maka diberikan 2 kali bantuan napas mulut ke mulut dengan hembusan napas ekspirasi penolong yang panjang. Bantuan napas dinilai berhasil apabila terlihat dada korban turun naik. Penolong harus melakukan hembusan napas. Bantuan napas, selain dari mulut ke mulut, dapat juga dilakukan dari mulut ke hidung, atau dari mulut ke dalam stoma.    
Paru merupakan sepasang organ terletak didalam rongga dada pada tiap-tiap sisi dari daerah pusat atau mediastinum, yang terisi jantung dan pembuluh darah besar, esofagus, bagian bawah trakhea dan sisa-sisa kelenjar timus. Pada tiap sisi, rongga dada dilapisi oleh suatu selaput tipis, yaitu pleura parietalis. Pada daerah hilus (akar) paru, pleura parietalis akan melipat diatas paru sebagai pleura viseralis. Rongga pleura merupakan ruangan potensial diantara pleura parietalis dan pleura viseralis, mengandung sedikit cairan serosa. Seluruh bangunan yang masuk dan keluar dari paru melalui daerah hilus (akar paru).
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup O2 setiap kali bernapas. Sitem pernapasan terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernapasan, diafragma, isi abdomen, dinding abdomen, dan pusat pernapsan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernapsan antara 12-15 kali per menit. Ada tiga langkah dalam proses pernapasan yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi.
  1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udar dari dan ke paru-paru, jumlahnya sektar 500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara intrapluera dengan tekanan atmosfer, dimana pada saat insiprasi tekanan intrapleural lebih negatif (752 mmHg) dari pada tekanan atmosfer (760 mmHg) sehingga udara akan masuk ke alveoli. Kepatenan ventilasi tergantung pada faktor :
    • Kebersihan jalan napas, adanya sumbatan atau obtruksi jalan napas akan menghalangi masuk dan kel;uarnya udara dari dan ke paru-paru.
    • Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernapasan.
    • Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru.
    • Kemampuan otot-otot pernapasan seperti diafragma, eksternal interkosta, internal interkosta, otot abdominal.
  1. Perfusi paru
Perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru merupakan 8-9 % dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat pleksibel dan dapat mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga dapat diperguinakan jika sewaktu-waktu terjadi penurunan volume atau tekanan darah sitemik.
Dengan demikian, adekuatnya pertukaran gas daam paru dipengaruhi oleh keadaan ventilasi dan perfusi. Pada orang dewasa sehat pada saat istirahat ventilasi alveolar (volume tidal = V) sekitar 4,0 lt/menit, sedangkan aliran darah kapiler pulmonal (Q) sekitar 5,0 lt/menit.
  1. Difusi
Oksigen terus menerus berdifusi dari udara dalam alveoli kedalam aliran darah dan karbondioksida (CO2) terus berdifusi dari darah kedalam alveoli. Defusi adalah pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentari rendah.defusi udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membran kapiler. Perbedaan tekanan pada area membran respirasi akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya pada tekanan parsial (P) O2 di alveoli sekitar 100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen akan berdifusi masuk dalam darah. Berbeda halnya dengan CO2 dengan PCO2 dalam kapiler 45 mmHg sedangkan pada alveoli 40 mmHg  maka CO2 akan berdifusi keluar alveoli.
jenis pernapasan
1.    Pernapasan ekternal
Pernapasan ekternal merupakan proses masuknya O2 dan keluarnya CO2 dari tubuh, sering di sebut sebagai pernapasan biasa. Proses pernapasan ini di mulai dari masuknya oksigen melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas, kemudian oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkhial ke alveoli, lalu opksigen akan menembus membran yang akan diikiat oleh Hb sel darah merah dan dibawah ke jantung. Setelah itu, sel darah merah di pompa oleh erteri ke seluruh tubuh untuk kemudian meninggalan paru dengan tekanan oksigen 100 mmHg. Karbondioksida sebagai hasil buangan metabolisme menembus membran kapiler, alveolar, yakni dari kapiler darah ke alveoli, dan melalui pipa bronkhial (trakea) dikeluarkan melalui hidung dan mulut.
2.    Pernapasan internal
Pernapasan internal merupakan proses terjadcinya pertukaran gas antarsel jarigan dengan cairan sekitarnya yang sering melibatkan prosese metabolisme tubuh, atau juga dapat dikatakan bahwa proses pernapasan ini di awali dengan darah yang telah menjenuhkan Hb-nya kemudian mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler bdan bergerak sangat lambat. Sel jaringan memngambil oksigen dari Hb dan darah menerimah sebagai gantinya, dan menghasilkan karbondioksida sebagai sisa buangannya. 

BAB III
METODOLOGI





























BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

  1. Pernapasan mulut ke mulut
Dengan mengadakan ekstensi dari kepala, kemudian menyokong rahang (mandibula) kemudian kedua bibir dibua dan pada saat kita meniupkan udara kedalam mulut klien hidungnya harus ditutup agar udara yang dari mulut tidak keluar melalui hidung dan mulut si perawat dengan mulut klien harus benar-benar bersentuhan dan mulut perawat harus bisa menutup mulut klien agar udara dari perawat tidak keluar secara tidak beraturan tetapi betul-betul kdalam mulut klien. pernapasan mulut ke mulut dan penekanan pada dada untuk menjaga agar darah yang mengandung oksigen mengalir ke otak dan organ penting lainnya sampai penanganan medis lebih lanjut dapat memulihkan denyut jantung normal. Ketika jantung berhenti, absennya darah yang mengandung oksigen dapat menyebabkan kerusakan otak yang tidak dapat dipulihkan hanya dalam beberapa menit. Kematian akan terjadi dalam 8-10 menit. Waktu menjadi sangat penting ketika anda menolong orang pingsan yang tidak bernapas.

  1. Pernapasan mulut ke hidung
Mengadakan ekstensi dari kepala kemudian menyokong rahang (mandibula), bibir dibuka dan mulut dari perawat di masukan ke dalam hidung klien lalu kita meniupkan napas dan apabila rongga thoraxnya mengembang maka harus kita hentikan sampai rongga thoraxnya mengempes. Ini dimaksudkan untuk membantu jalan napas dari pada klien yang mengalami gangguan jalan napas.
  1. Pernapasan dari mulut ke tenggorokan
Mengadakan ekstensi dari kepala kemudian menyokong rahang (mandibula) dan sediakan juga dengan pulpen, ini di maksudkan apabila orang mengalami gangguan napas lalu batang pulpen di ambil dan ditusukkan ke tenggorokan dan meniupkan udara kedalam tenggorokan melalui pulpen.


BAB V
PENUTUP
  1. Kesimpulan
a.    Cardiopulmonary resuscitation (CPR) adalah teknik penyelamatan hidup yang berguna dalam berbagai kasus gawat, baik serangan jantung maupun hampir oang yang tenggelam dilaut, dimana seseorang berhenti bernapas atau detak jantung berhenti.
b.    Kematian biologis merupakan hal yang permanen dan akan terjadi 4-6 menit setelah suatu kejadian henti jantung.
  1. Saran
1.    Dalam memberikan materi dalam praktikum jangan terlalu cepat
2.    Memulai praktikum harap tepat waktu.
3.    Pada akhir praktikum, waktu rolling harus tepat waktu,.




















DAFTAR PUSTAKA


1.                    wartona, Tarwoto.2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi III. Penerbit : Salemba Medika. Jakarta.
2.                    Azis Alimuh, A. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Edisi II Penerbit : Salemba Medika. Jakarta
3.                    Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi. Edisi IV. Penerbit : Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
4.                    Leeson,Leeson. Paparo. 1996. Buku Ajar Histologi. Edisi V. Penerbit : Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.
5.                     http//www.portalkalbe.com. Diakses Pada Tanggal 25 januari 2008. Pukul 20:25 WIT. Makassar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar